Mixed Feelings


Akhir-akhir ini saya merasa cukup 'Hampa'. Dalam artian seperti jiwanya kosong & tidak bersemangat lebih tepatnya. Kalau ditilik-tilik sudah hampir seminggu rasa hampa ini saya rasakan. Or maybe just a few moment before my 32.
Dan saya sudah berkali-kali menerka apa saja penyebab atau mungkin trigger-nya, dari mulai :
  • Apa saya hampa karena tidak bekerja? Sepertinya tidak, karena belum berkarir lagi pun hingga kini, masih ada saja aktifitas yang saya lakukan sebagai Ibu rumah tangga. Apalagi jika saya pulang ke rumah orangtua.
  • Saya merasa hampa apa karena belum punya anak? Mungkin saja, tingkat ke-sensitifan saya makin hari makin meningkat dan cukup drastis. Jadi mohon kalau bertemu saya, jangan tanya ya, "sudah isi?" Isi makanan sih iya.
  • Apa saya hampa karena saya kelelahan? Bisa jadi iya, karena saya lelah untuk bolak-balik Bandung-Jakarta setiap weekend. Saya merasa seperti di ping-pong kesana kemari mengikuti suami dalam seminggu di 2 kota berbeda. Dimana 4 hari saya berada di Jakarta, dan 3 hari berada di Bandung. Ritme yang bukan hanya membosankan, tapi juga bagi saya sudah (hampir) cukup melelahkan.
  • Yang dulunya sebelum maupun sesudah saya menikah, saya masih senang berjalan-jalan di kota Bandung, berjalan-jalan ke Mall, berjalan-jalan menikmati keramaian kota, saat ini berubah drastis bersamaan dengan rasa hampa yang datang. Setiap kali jalan-jalan ke Mall saya sama sekali tidak menikmatinya. Rasanya kosong, bukan bosan tapi kosong. Saya seperti ingin berkata pada seseorang, "bukan jalan-jalan yang saya mau, tapi saya ingin seseorang yang disamping saya & menjadikan saya Lana seutuhnya".
Ya, saya pernah coba meng-analisa dengan perubahan 'cuaca' hati dan jiwa saya ini. Dan saya menemukan jawaban yang (mungkin) menjadi akar semua yang saya rasakan saat ini. Saya sudah mendekati 2 tahun menikah, tapi rasa-rasanya saya hanya membahagiakan banyak orang, bahkan terlalu banyak orang (sedari kecil). Entah itu orangtua, sahabat, pekerjaan (dilakukan serapih & sesempurna mungkin), saudara, tetangga hingga suami dan keluarga suami. Ditambah pula saya pindah ke kota yang memang asing dan ritme kotanya yang tidak saya suka. Tanpa saya sadari, nampaknya pelan-pelan saya sudah membuat Lana kelelahan.




26 tahun saya pakai waktu saya bukan untuk mengejar impian saya di bidang desain interior / pun Hubungan Internasional, tapi justru saya menjadi perawat sesuai keinginan orangtua. Dan saya beranikan diri keluar dari zona kesehatan saat usia 26, dan saya mencoba mencari apa yang bisa saya kerjakan dengan segenap kemampuan yang saya miliki.

Di 1,5 tahun awal pernikahan, saya pergunakan untuk bekerja di perusahaan yang membuat dada saya selalu sesak, airmata saya selalu jatuh, fisik saya seperti dikuras habis-habisan di tempat kerja. Dan sisa 6 bulan terakhir ini (setelah saya memutuskan resign & menjadi Ibu rumah tangga), saya pun merasakan hampa. Hampa karena masih belum sepenuhnya merasakan kebersamaan yang normal dengan suami di akhir pekan, seperti kebiasaan yang walau bagi banyak orang sepele tapi bagi saya weekend adalah waktu "quality time" suami dan istri yang amat langka saya dapatkan dari tahun pertama perkawinan, karena setiap akhir pekan dari pagi pukul 8 saya sudah akan ditinggal pergi suami kuliah hingga larut malam.

Membayangkan jumat malam makan bersama suami, nonton film bareng, sabtu pagi jalan pagi di taman komplek, bercanda-tawa di kasur sambil menyeruput segelas teh hangat di pagi hari, siangnya jalan-jalan ke taman-taman di kota Bandung, sorenya menikmati awan sore sambil naik motor bersama suami, minggu pagi car free day juga cukup jarang mengingat suami kelelahan karena otaknya sudah dipakai kuliah. Yahhh....as simple as that, rutinitas weekend suami-istri yang standard sih. 

Ahh tapi entahlah. Apa benar hal tersebut adalah penyebab utama saya merasa hampa akhir-akhir ini. Dan baru kali ini, saya tidak mencari cara untuk membuat hati dan jiwa ini terhibur kembali. Saya seperti mencoba untuk larut dan tenggelam dengan perasaan ini. Walau di sisi lain saya sudah coba berusaha memulihkan rasa kosong dan hampa ini dengan shalat malam, mengaji, duduk dan berdoa cukup lama usai shalat fardhu, bahkan dzikir pun selalu terucap di kala saya merasa kosong kembali. Tapi tetap tidak berubah. Jiwa dan hati saya masih saja mencoba saya untuk berpikir bahwa saya membutuhkan rasa hampa ini.

Mungkin....mungkin....kehadiran kucing ataupun anak akan bisa sedikit mengisi ke-kosongan yang saya rasakan saat ini. Semoga. 

2 Comments

  1. Butuh teman itu sih sepertinya. Coba diomongin ama suami aja jangan dipendam sendiri. Saya sejak pindah tempat tinggal juga merasa seperti itu. Jauh dari keluarga, teman. Cuma suami yang bisa diajak bicara. Ga mudah juga cari teman di sini, bukan hanya kendala bahasa tapi kultur mereka yang buat kita orang Indonesia beneran "aduh" hihihi... Keluarga suami? Ah apalagi itu. Saya juga akhirnya punya kucing, tapi rasanya ga kasih banyak perubahan.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Nampaknya Iya jug sih.
      Saya sejak pindah ke Kota lain, ngerasa sepinya ampun2an, bukan Hanya cuaca Yang nga saya suka disana, tapi lingkungannya juga nga bikin hati adem.

      Diluar Dr Rasa kesepiannya, makanya saya lebih sering pulang ke Bandung (ke Rmh orgtua). Setidaknya saya bisa berkomunikasi sehari2 dgn orangtua, tukang sayur, tukang kerupuk,ibu2 Tetangga Dan melihat anak2 kecil main sepeda depan pagar Rumah :)

      Delete

Hi there, thanks so much for taking the time to comment.
If you have a question, I will respond as soon as I can.

Dont be afraid to shoot me an email! If you have a blog, I will pop on by :)