 |
pic source : republika |
Bismillahi'rahmanirahim. Assalamualaikum.
Hahhhh....cukup lama juga ya saya nggak menulis di blog kesayangan. Terakhir saya posting tulisan pun di bulan Juli lalu. Berarti sudah 2 bulan lebih saya tidak menyentuh blog. Bukan...bukan karena malas menulis, justru lagi keranjingan mengikuti Kajian di kota tempat tinggal sekarang, dan hasil sepulang kajiannya, ulasannnya saya tulis di Instagram pribadi agar untuk catatan dan pengingat pribadi serta sharing ilmu kajian islami dengan teman-teman di instagram.
(Next....nanti saya tulis ulang ya isi kajian yang sudah saya dapatkan, bertahap berbentuk postingan dengan Kategori : 'Kajian Islami').
Nah, dan siang ini sesaat setelah usai shalat dzuhur tiba-tiba saja hati saya tergerak untuk menulis sebuah tema menarik. ya!. Tidak lain dan tidak bukan adalah "Jangan Anggap Ibu Mertua Sebagai Ibumu Sendiri".
WHY ?
Berikut saya jabarkan keajaiban dunia ke-8 ini hihihihi....
1. IBUKU YA IBUKU. IBU MERTUA YA IBU MERTUA
Di dalam pernikahan, otomatis saat kita menikahi sang pujaan hati, kita akan bertambah 1 ibu, dan disebut dengan sebutan Ibu mertua. Memang mau diajaran suku dan bangsa manapun kita harus hormat kepada Bapak & Ibu mertua. Tidak ada yang salah dengan keharusan yang tidak tertulis itu, karena pada dasarnya pun kita selalu diajarkan oleh Ibu dan Bapak Guru sejak di bangku SD bahwa kita harus menghormati orang yang lebih tua.
Cuman dalam kasus Ibu mertua ini, dalam kita bersikap, kita bersikaplah sewajarnya.
Karena beliau bukanlah ibu kandung kita, bukan Ibu yang melahirkan kita.
Sewajar-nya saja untuk bersikap sesuai porsinya, agar bila ke depannya sedang ada beda pendapat, tidak akan saling terlalu menyakiti/ kecewa.
Bila memang karakter mertua tidak patut untuk kita ikuti bahkan perintahnya tidak layak untuk kita laksanakan, maka berdiamlah & jangan ikuti (bila memang bertentangan dengan hati nurani kita).
Seperti apa sih contoh hal-hal yang bertentangan itu, yang membuat kita tidak perlu mengikuti perintah Ibu mertua? Berikut saya ulas yaa di point-point berikutnya.
2. KEBIASAAN KELUARGA (HABIT)
Seperti kata pepatah, 'Buah Tidak akan Jatuh Jauh dari Pohonnya'.
Dengan kata lain, kebiasaan suami kita tidak akan jauh dari kebiasaan ibu-bapaknya. Begitupula Ibu mertua kebiasaannya tidak akan jauh dari orangtuanya (nenek-kakek suami).
Maka kita harus jeli dan peka untuk bersikap bila ada 1-2 atau lebih karakter pasangan dan keluarganya yang kurang berkenan kita terima.
3. KARAKTER DUNIA TERBALIK
Pernah dengar-kah kisah mertua dan menantu yang selalu cekcok dalam urusan sepele.
Contohnya seperti perbedaan bila kita tinggal di rumah orangtua sendiri dan tinggal di rumah mertua.
Apa kegiatan/ rutinitas yang biasa kita lakukan di rumah orangtua sendiri, bisa jadi saat kita lakukan di rumah pasangan, justru tidak tepat.
Atau misal tentang kebiasaan memasak.
Bila kita masak di rumah orangtua sendiri, ada bahan-bahan dan step by step kebiasaan.
Tapi bila di dapur mertua, mungkin bisa jadi step by step hingga isi bahan masakannya berbeda.
Maka setelah sekian tahun mempelajari hubungan antara menantu & Ibu mertua (dari berbagai cerita/ sharing teman-teman), akhirnya saya menemukan TIPS JITU tentang per-makanan bila ke rumah mertua :
- Jangan pernah masak di rumah mertua. Tapi belilah di luar. Belinya sekalian yang di tempat makan, resto punya nama (bukan warteg). Setidaknya tingkat kehigienisan & rasa masakannya terjaga (berikan yang terbaik untuk orangtua suami Kita).
- Kalaupun ke dapur rumah mertua, cukup kerjakan : cuciin piring, gelas, sendok dan sebangsanya bekas suami makan. Yaa bonus mungkin nyuciin tumpukan piring bekas makan adik ipar dan mertua.
- Kalau minum, ambil gelas sendiri. Selesai minum cuci sendiri...walau disitu ada ART-nya.
Jadi, kalau memang boleh saya sarankan, bagi kalian yang akan menikah, baru menikah/ baru hot jeletotnya jadi Newly weds....keluarlah dari rumah.
Keluarlah dari rumah orangtua maupun rumah mertua dari 48-96 jam setelah Anda menjadi suami-istri (jangan sampai sebulanan kalian tinggal disana, justru nanti akan membuat orangtua/ mertua meminta kalian menetap saja disana ; tidak usah pindah).
Kenapa sih musti tinggal beda atap dengan ortu / mertua?
Dari puluhan alasan, tujuannya hanya 1, yaitu Me-minimalisir konflik antara Mertua versus Menantu.
Dari jaman Firaun hidup sampai Patung Pancoran di cat ulang, selalu ada saja clash antara Mertua vs. Menantu.
Sebaik-baiknya para Mertua, sesolehah-solehahnya menantu, akan selalu timbul konflik bila kita seatap.
Diibaratkan bila kita dan suami seatap dengan orangtua & mertua..... ibarat kata di dalam 1 rumah, terdapat 2 RATU.
See..... Yang satu Ratu Ibu Suri yang memegang semua kekuasaan seisi istana (rumah), yang satu lagi RATU newbie yang harus dibentuk karakternya bersama suami.
Bila ada rumah tangga yang seatap dengan orang tua maupun mertua, dan rumah tangga yang mandiri hidup terpisah, pasti akan terlihat jelas lebih kokoh & mandiri rumah tangga pasangan yang pisah rumah dengan mertua.
Kenapa ? Karena dengan kita dan pasangan hidup mandiri, kita bisa belajar mengenal 2 karakter berbeda, mempelajari karakter pasangan dari 2 kepala berbeda, dan tentu jadinya membentuk karakter rumah tangga dengan kompromi bersama pasangan. Bukan malah berkompromi dengan 'Ratu' yang lain. Sedangkan suami pasti tidak ada masalah karena karakter ia di rumah orangtuanya tidak perlu disesuaikan dengan kita istrinya.
Tapi kasus ini beda, bila dihadapkan dengan kita mendapat suami yang anak tunggal/ orangtua suami tinggal 1...yang otomatis kita istri harus tinggal & merawat Ibu mertua. Kalau itu, sudah jelas akan beda lagi persiapannnya, otomatis pula beda tekanan batinnya wahai Marimar.hehehe...
Pernah dengar kan pepatah tua yang berbunyi :
"Jauh bau wangi, dekat bau tai"
Arti/ maknanya adalah :
Anak-menantu yang tinggalnya berjauhan dengan orangtua & mertua, maka yang beliau dengar adalah kabar baiknya. Dan bila berkunjung sangat dinanti.
Berbeda bagi anak-menantu yang tinggalnya berdekatan (satu kota/ satu area), maka bisa saja mertua akan lebih tahu 'isi dapurnya' alias isi rumah tangganya.
Orangtua/ mertua cenderung lebih peka & memperhatikan kekurangan yang ada di diri menantunya.
Bila ada kesalahan / kekurangan sedikit saja dari diri seorang menantu, maka mertua akan mudah mengetahui (misal : tipe mantu yang berantakan/ nggak bisa masak, tipe mantu yang bangun siang, nggak bisa didik anak, rumah kotor, pekerjaan ataupun karir yang tidak stabil, dll).
Pokoknya yang namanya mertua dia akan tiba-tiba peka dan tahu "sisi kekurangan anak-mantunya".
Belum lagi saat kita datang ke rumahnya, tidak ada hal yang mereka rindukan terhadap kedatangan kita.
Berbeda bila si anak-menantu tinggal diluar kota, maka kedatangan kita akan sangat dinanti. Lebih nampak terlihat dimata orangtua & mertua "bau harum rumah tangga Kita".
Mertua akan lebih melihat berita ; kabar keadaan rumah tangga yang indah-indah dari Kita.
5. SYARAT MUTLAK MEMILIH (IBU) MERTUA
Sejatinya tidak ada syarat mutlak sih. Walau diluaran sana tanpa ada syarat tertulis, ada juga Syarat Mutlak memilih calon Mantu dimata Ibu Mertua. Diantaranya :
- Menantu perempuan harus pintar masak. Sepintar sang ibunda memasak selama ini untuk putra kesayangannya.
- Menantu dengan penampilan yang enak dipandang, yaa kalaupun tidak cantik, tapi ayu, manis dan super enak untuk dikenalkan ke khalayak sanak-saudara, kerabat-handai taulan-tetangga.
- Berasal dari keluarga/ keturunan yang setara (sepadan). Kalaupun tidak sepadan, tapi setidaknya dari keluarga baik-baik garis turunannya dengan prasyarat bibit-bebet-bobot minimal se-level/ 1 level dibawah.
- Menantu harus menuruti perintah, perkataan, khendak dari Ibu mertua selaku orang yang wajib dihormati diatas segala-galanya.
- Bila Ibu mertua sudah berkata A kepada putranya (which is suami kita), maka suami harus mengikuti perintah sang Ibu. Bila putranya tsb tidak melakukannya, ia akan kembali ke pasal paling agung, yaitu dengan berkata, "Mama kan mengandungmu, yang bawa-bawa kamu 9 bulan di dalam perut, yang ngelahirin kamu, dst". Otomatis walau kehendaknya menyalahi prinsip rumah tangga kita, tapi kita dan suami harus tetap menjalankannnya.
Nah, itu sedikit syarat mutlak Non-tertulis memilih menantu.
So, sepertinya berarti kita para wanita layak pula dong membuat syarat tidak tertulis memilih mertua. Dan dari hasil fit n proper test alias curcolan para istri se-geng, di dapatkanlah rangkuman syarat-syarat memilih mertua, diantaranya :
- Mertua yang demokratis. Tidak men-judge menantu hanya karena 1-2 ataupun 3 kekurangan yang dimiliki menantunya sejauh kekurangan tersebut tidak fatal & tidak mengakibatkan celaka.
- Mertua diharapkan jangan pernah ikut campur urusan keluarga menantu bila tidak diminta saran/ masukannya (apalagi kalau nanyanya tentang warisan/ harta menantu. Ooghh...nope!).
- Jangan pernah memaksakan kehendak Mertua terhadap menantu, bila sekeyakinan menantunya tsb, ia tidak suka, tidak nyaman untuk melaksanakan apa yang dikehendaki oleh mertuanya.
Dari kelima prasyarat diatas-lah, maka sejatinya kembali lagi menjadi 1 rangkuman, "Jangan Anggap Ibu Mertua Sebagai Ibumu Sendiri".
Secukupnya saja, sewajarnya saja dan tetap berlaku baik serta hormat.
Karena sejatinya Ibu mertua & ibu sendiri itu BEDA.
Beda karakternya, beda sikapnya, beda jalan berpikirnya, beda menganalisa suatu masalahnya, beda mengambil keputusan, beda sumber asal-usul orangtuanya, beda didikannya beda kebiasaannnya, dan yang terpenting BEDA pandangannya terhadap kita!. Secantik-cantiknya, sekaya-kayanya, sesolehah-solehahnya, sepintar-pintarnya menantu wanita, akan tetap memiliki jabatan di tengah keluarga intinya sebagai MENANTU.
Maka beruntunglah kamu-kamu para menantu idaman yang juga memiliki Ibu mertua idaman yang penuh kasih sayang dan merangkul. Seberuntung Annisa Pohan memiliki Ibu mertua seperti Ibu Ani Yudhoyono. Terlihat di kala Ibu Ani wafat, terlihat jelas sebesar apa rasa kehilangan Annisa terhadap Ibunda suaminya. Masya Allah.
Tapi tetap saya tak bosan mengingatkan. Bersikap baiklah kepada Bapak & Ibu mertua dengan sebaik-baiknya. Dan bila di kemudian hari terdapat berbeda pendapat/ keyakinan kita (menantu vs. metua), maka diskusikanlah dengan suami untuk mencari jalan keluar yang terbaik.
Dan bila rumah tangga kita mendapat suatu masalah, jangan pernah menceritakan kepada orangtua/ mertua (kecuali bila sudah harus orangtua turun tangan memberi saran).
Selamat menempuh hidup baru bagi yang akan menjalankan Pernikahan.
Dan bagi yang sudah menikah, jangan pernah lupakan orangtua kita sendiri walau kita sebagai istri diperintahkan ikut dengan suami. Karena sehebat-hebatnya suami....orangtua sendiri adalah yang selayaknya kita hormati, kita ayomi, kita sayangi diatas segalanya.
"Semoga Allah SWT selalu menaungi rumah tangga kita dengan rahmat, berkah dan kasih sayang-Nya untuk kita semua. aamiin ya rabal'alamin".